Sabtu, September 05, 2009

Cuma Duri

Penulis : Bayu Gawtama
KotaSantri.com : Sepulang dari pasar, dua bocah kecil kakak beradik berjalan menyusuri jalan kampung menuju rumahnya. Di tengah perjalanan, sang adik mengaduh kesakitan. Sesuatu menusuk kakinya dan menghentikan langkahnya. Ia menjerit, menangis tak kuasa menahan rasa sakit setengah tergeletak di tanah.
Si kecil terus memegangi kakinya, sedangkan abangnya hanya tersenyum menyaksikan polah adiknya yang dianggapnya berlebihan. Tanpa sedikit pun rasa panik, ia memegang kaki adiknya dan mencari sumber rasa sakit itu. Tak setetes pun darah keluar dari kaki adiknya, ia pun tersenyum dan berkata, "Cuma duri kok, dik. Sini abang keluarkan durinya," si abang mencoba menenangkan.
Bukannya tenang, si adik malah semakin histeris. Ia takut abangnya akan mencongkel kakinya dengan pisau, atau bahkan memotong kakinya. Tangisnya semakin keras berusaha memertahankan kakinya, tak ingin seorang pun menyentuh luka di kakinya. Sempat ia meminta abangnya agar menggendongnya saja sampai di rumah, atau setidaknya menunggu sampai rasa sakitnya hilang sehingga ia merasa mampu berjalan kembali.
Namun tak berapa lama, tangis itu berhenti dan hanya terdengar sesegukan kecil saja. Rupanya, bayangan buruk yang akan terjadi pada kakinya hilang ketika si abang hanya mengeluarkan semata peniti yang dipakainya sebagai pengganti kancing kemejanya yang hilang.
Perlahan dan penuh kehati-hatian, si abang mengeluarkan duri di kaki adiknya. Dan beberapa menit kemudian, duri pun berhasil dikeluarkan, "Tidak perlu memotong kakimu kan?" Kali ini seulas senyum yang tergambar di wajah adiknya.
***
Duri kecil yang menusuk di kaki, tak semestinya membuat perjalanan terhenti sama sekali. Berhenti sejenak, keluarkan durinya, dan lanjutkan perjalanan. Duri kecil hanya menusuk bagian sangat kecil dari telapak kaki.
Untuk menghilangkan durinya, tak pula harus memotong kaki, karena itu semakin menimbulkan rasa sakit yang lebih.
Kemampuan kita melihat pokok masalah akan menentukan seberapa tepat kita mengambil keputusan dalam mengambil tindakan guna menyelesaikan masalah tersebut. Jangan pernah memandang masalah kecil dengan kaca pembesar, ia akan terlihat sangat besar dan terasa sulit dicari jalan keluarnya.
Tidak perlu membakar rumah hanya untuk mencari bangkai tikus yang mengganggu seisi rumah. Endus saja sumber baunya dan segera singkirkan bangkainya, bau tak sedap pun pasti hilang.
Sayangnya, sebagian dari kita masih sering terjebak pada kondisi dimana masalah senantiasa terlihat lebih besar dari kemampuan yang kita miliki untuk menyelesaikannya. Sungguh, bakteri pun selalu terlihat lebih besar di mikroskop. Padahal dengan mata biasa, ia takkan terlihat. Sebenarnya, kita sendirilah yang kerap menjadikan masalah itu seolah lebih besar dari keadaan sesungguhnya.

Kalajengking
Ada seorang pendeta India yang melihat seekor kalajengking mengambang berputar-putar di air. Ia memutuskan untuk menolong kalajengking itu keluar dengan mengulurkan jarinya, tetapi kalajengking itu menyengatnya.
Orang itu masih tetap berusaha mengeluarkan kalajengking itu keluar dari air, tetapi binatang itu lagi-lagi menyengat dia. Seorang pejalan kaki yang melihat kejadian itu mendekat dan melarang orang India itu menyelamatkan kalajengking yang terus saja menyengat orang yang mencoba menyelamatkannya. Tetapi orang India itu berkata, "Secara alamiah kalajengking itu menyengat. Secara alamiah saya ini mengasihi. Mengapa saya harus melepaskan naluri alamiah saya untuk mengasihi gara-gara kalajengking itu secara alamiah menyengat saya?"
Jangan berhenti mengasihi, Jangan menghentikan kebaikan anda, Bahkan meskipun ketika orang-orang lain menyengat anda.

Tidak ada komentar: